otomotifmotorindo.org Industri otomotif nasional tidak sedang berada dalam kondisi ideal. Lonjakan impor battery electric vehicle (BEV) yang tidak diimbangi peningkatan penjualan dalam negeri mulai memukul sektor komponen. Banyak pengusaha yang selama ini memasok kebutuhan suku cadang untuk produsen kendaraan mengaku berada dalam posisi sulit karena permintaan semakin melemah.
Tekanan terbesar dirasakan industri komponen yang memasok OEM atau Original Equipment Manufacturer. Ketika pabrik mobil mengurangi produksi, permintaan suku cadang otomatis ikut terpangkas. Kondisi inilah yang menimbulkan kekhawatiran besar, terutama bagi ribuan pekerja yang menggantungkan hidupnya pada industri ini.
Beberapa pabrik sparepart sudah mulai mengurangi aktivitas produksi dan melakukan efisiensi tenaga kerja. Jika tren ini berlanjut, ancaman PHK massal akan semakin nyata.
Penjualan Mobil Baru Melemah, Industri Turunan Ikut Terseret
Pemerintah mendorong percepatan adopsi kendaraan listrik melalui berbagai kebijakan dan insentif. Namun, pasar kendaraan roda empat secara umum masih belum pulih. Penjualan mobil baru menunjukkan penurunan signifikan, dan kondisi ini memberikan efek domino terhadap sektor komponen yang bergantung pada volume produksi pabrikan.
Data industri menunjukkan penjualan mobil baru di Indonesia sepanjang rentang satu tahun terakhir hanya berada di kisaran enam ratus ribu unit. Jumlah tersebut turun lebih dari sepuluh persen dibandingkan periode sebelumnya. Ketika pasar domestik tidak tumbuh, kapasitas produksi pabrikan mobil ikut diturunkan, dan industri komponen terkena imbas secara langsung.
Di sisi lain, impor BEV terus meningkat. Banyak model baru dari luar negeri masuk tanpa diimbangi kemampuan pabrik lokal memproduksi suku cadang yang sesuai dengan teknologi kendaraan listrik tersebut. Ketergantungan pada impor membuat rantai pasok domestik semakin terpinggirkan.
Krisis Penyerapan Komponen Jadi Akar Masalah
Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor (GIAMM), Rachmat Basuki, menyoroti bahwa penurunan permintaan dari OEM menjadi penyebab utama terjadinya kontraksi. Industri komponen tidak hanya memasok pabrikan roda empat, tetapi juga kendaraan roda dua. Namun, penurunan produksi model ICE (Internal Combustion Engine) membuat kapasitas pabrik komponen tidak terserap optimal.
Kontraksi ini semakin terasa karena BEV yang masuk ke Indonesia umumnya dalam bentuk utuh atau CBU. Produk tersebut tidak membutuhkan suku cadang lokal, sehingga pabrik sparepart tidak mendapatkan dampak positif dari pertumbuhan segmen kendaraan listrik.
Dengan pasar yang stagnan dan kompetisi impor yang semakin deras, banyak produsen komponen menghadapi dilema. Mereka tidak mungkin melakukan investasi baru untuk menyesuaikan teknologi jika permintaan dasar saja menurun.
Industri Komponen Menghadapi Tantangan Regenerasi Teknologi
Salah satu tantangan terbesar industri komponen lokal adalah transisi menuju komponen kendaraan listrik. Teknologi BEV berbeda jauh dari mobil berbahan bakar bensin atau diesel. Produsen lokal membutuhkan investasi besar untuk meng-upgrade mesin produksi, SDM, dan riset material baru.
Namun, tanpa adanya jaminan pasar, investasi semacam itu tidak mudah dilakukan. Industri komponen nasional saat ini sebagian besar bergantung pada pesanan OEM. Ketika produksi menurun, kapasitas untuk melakukan inovasi pun berkurang.
Situasi ini membuat industri komponen berada dalam pusaran ketidakpastian. Jika tidak segera ada kebijakan yang memperkuat rantai pasok domestik kendaraan listrik, maka dampaknya bisa lebih luas dari sekadar penurunan penjualan.
Potensi PHK Menghantui Pabrik Komponen
Efek paling cepat terasa dari melemahnya penyerapan komponen adalah ancaman terhadap tenaga kerja. Beberapa pabrik di sektor ini sudah mulai melakukan pengurangan jam kerja, pembatasan lembur, hingga rasionalisasi jumlah karyawan.
Ketika sebuah industri menghadapi tekanan berlapis — volume produksi menurun, impor meningkat, dan struktur pasar berubah — biasanya PHK menjadi langkah terakhir yang tak terhindarkan. Pengusaha mulai memperingatkan bahwa tekanan ini tidak bisa terus dibiarkan tanpa intervensi.
Ribuan pekerja sangat bergantung pada sektor otomotif. Jika PHK massal terjadi, dampaknya tidak hanya pada industri, tetapi juga pada belanja rumah tangga, konsumsi nasional, dan stabilitas ekonomi daerah.
Perlu Terobosan Kebijakan untuk Mengamankan Masa Depan Industri
Situasi industri komponen otomotif menunjukkan perlunya kebijakan yang lebih terarah. Pemerintah perlu memastikan adopsi kendaraan listrik tidak hanya berfokus pada mobil impor, tetapi juga membangun rantai pasok lokal yang kuat.
Langkah-langkah seperti insentif bagi pabrik komponen untuk memproduksi parts EV, penyerapan baterai dan motor listrik lokal, serta perjanjian industrialisasi jangka panjang dengan pabrikan asing bisa menjadi solusi. Tanpa itu, industri nasional hanya akan menjadi pasar konsumsi, bukan pusat produksi.
Selain itu, penataan ulang regulasi impor juga bisa membantu meredam guncangan jangka pendek. Keseimbangan antara percepatan elektrifikasi dan penyelamatan industri lokal harus dijaga agar transformasi industri tidak menimbulkan korban besar.
Kesimpulan: Industri Komponen Membutuhkan Kepastian Arah
Gelombang impor BEV yang tidak diikuti pertumbuhan pasar domestik telah menempatkan industri komponen otomotif Indonesia dalam kondisi genting. Penyerapan komponen menurun, produksi pabrikan tersendat, dan ancaman PHK semakin nyata. Agar industri nasional tetap hidup di tengah transformasi otomotif global, arah kebijakan harus jelas dan mendukung seluruh mata rantai industri.
Jika tidak ada langkah cepat dan strategis, sektor ini bisa kehilangan daya saing dan ribuan pekerja akan terdampak.

Cek Juga Artikel Dari Platform radarbandung.web.id
